1.
Bahwa, upaya hukum peninjauan kembali merupakan upaya hukum pada tingkat
pertama dan terakhir, sebagaimana ketentuan
Pasal 34 UU No.14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah UU No. 5 Tahun
2004 tentang Mahkamah Agung :
“Mahkamah Agung memeriksa dan memutus
permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan-alasan
yang diatur dalam Bab IV Bagian Keempat Undang-Undang ini”
2.
Bahwa, dasar hukum Peninjauan Kembali (PK) adalah ketentuan Pasal 67 UU No.14 Tahun 1985 sebagaimana
telah diubah UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung adalah sebagai berikut
:
”Permohonan peninjauan kembali putusan
perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
a.
apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau
tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan
b.
apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat
bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan;
c.
apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut
atau lebih dari pada yang dituntut;
d.
apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum
diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e.
apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal
yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya
telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
f.
apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan
Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.”
3.
Bahwa, adapun tenggang waktu dalam mengajukan PK adalah sebagaimana ketentuan
Pasal 69 UU No.14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah UU No. 5 Tahun 2004
tentang Mahkamah Agung menyatakan :
“Tenggang waktu pengajuan permohonan
peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam
Pasal 67 adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk :
a.
yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau
tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap,
dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
b.
yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat
bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah
dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c.
yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan
memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara;
d.
yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang
terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara.”
4.
Bahwa permohonan/permintaan peninjauan kembali yang diatur dalam perkara
perdata maupun yang diatur dalam perkara pidana, hanya dapat diajukan 1 (satu)
kali sebagaimana ditentukan dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang No.48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Adapun ketentuan tersebut adalah sebagai berikut
:
“Terhadap putusan Peninjauan Kembali
tidak dapat diajukan peninjauan kembali”
5.
Bahwa, Mahkamah Agung melalui SEMA no 10 taun 2009 tentang Peninjauan
Kembali menegaskan kembali mengenai bahwa permohonan
peninjauan kembali dalam perkara yang sama yang diajukan lebih dari 1 kali baik
dalam perkara perdata maupun perkara pidana bertentangan dengan undang-undang.
6.
Bahwa, adapun pendapat Prof. Dr.
Sudikno Mertokusumo, S.H., mengenai peninjauan kembali adalah sebagai
berikut :
“peninjauan kembali merupakan upaya hukum terhadap putusan tingkat
akhir dan putusan yang dijatuhkan di
luar hadir tergugat (verstek), dan yang
tidak lagi terbuka kemungkinan untuk
mengajukan perlawanan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar